“Anta, hatiku sakit sekali… sakitttt sekali
sampai-sampai rasanya nafasku ini sesak. Kenapa bisa kayak gini? Kamu pernah
begini?”, sambil terus mencucurkan airmata kupandangi Anta yang tengah sibuk
membereskan beberapa benda di lantai. Benda-benda itu beterbangan kesegala arah
saat aku sedang mengamuk hebat tadi. “Teh, yang seperti itu tuh namanya patah
hati. Saya pernah mengalami perasaan seperti itu, yang pertama ketika Ambu
meninggal. Lalu mengalaminya lagi ketika Abah meninggal menyusul Ambu. Rasanya
merasa sendirian, tak punya siapa-siapa lagi. Sakitnya bukan main…”, sekilas
raut wajah Anta terlihat sangat sedih namun dia menepis kesedihannya dengan
berkata, “Tapi sesakit-sakitnya saya ya Teh, belum pernah da ngelempar-lempar
barang kaya gini! Untung aja tadi gelasnya kena ke perut Anta, coba kalau kena
tipi… aduhhh berabe, harga tipi 90 inch kaya gini kan mahal pisan tetehh!!!
Hehehe…”, dia terlihat memaksakan untuk tertawa. Aku lantas merasa tak enak
akan sikapku tadi yang sepertinya berlebihan, lagipula rasanya kesedihanku ini
tak serumet kesedihan Anta. “Maaf Anta, aku ngga tahu kalau masalahmu ternyata
lebih ribet daripada masalahku”, kutundukkan kepalaku. Tiba-tiba saja Anta
datang menghampiriku, diraihnya kepalaku agar terangkat menatap ke arah
wajahnya, “Teh, tidak ada hal yang ribet didunia ini. Yang membuatnya ribet
adalah cara kita menyikapinya. Patah hati, sakit hati, kehilangan seseorang,
itu hanya sebagian kecil proses yang harus kita jalani dalam kehidupan singkat
seorang manusia. Nikmati saja Teh, kadang kesakitan adalah jembatan yang baik
untuk kita menyebrangi tingkat kedewasaan…”, matanya terlihat sangat hangat…
senyumnya terlihat sangat tulus menatapku. Air mataku kembali berjatuhan,
“Astaga Anta, seumur hidupku baru kali ini kudengar kata-kata begitu indah
seperti barusan. Aku ngga pernah nyangka kamu bakal ngomong kaya gitu, belajar
dari mana sih?”. Anta tertawa ringan, “Itu omongan nini saya yang ditranslate
ke bahasa indonesia Teh. Yang pinter tuh ya nini saya, saya mah gini aja lah…
karung goni… hahahaha”. Kami tertawa lepas setelahnya, karenanya kini aku bisa
sedikit lupa pada kejadian pagi tadi. Bayangan tentang Pierre sedikit terhapus
dalam ingatanku, aku bahagia memiliki seorang sahabat yang selalu bisa mengerti
bagaimana cara berbicara denganku, bahkan dia mengerti bagaimana membuatku
tenang.
“Teh!! Teh Tatan!!! Bangunn!! Cepet
bangun!!”, suara Anta terdengar nyaring ditelingaku. “Duhh, jam berapa sih ini?
Ngantuk tauu…”, sambil ogah-ogahan kugerakkan tubuhku sedikit, lalu kembali
memejamkan mataku. “Teteh!! Bangun!!! Ini serius!! Teteh harus lihat, si Pierre
ada di halaman rumah teteh nih!!”, Anta kembali menggerak-gerakkan tubuhku
kasar. Mataku tiba-tiba saja terbuka lebar setelah mendengarnya menyebut nama
itu mataku menatap jam dinding yang saat itu menunjukkan pukul 11 malam, “Apa?!
Si Albino itu datang?! Mau ngapain?! Ngga sudi aku ketemu dia! NGGA SUDI!!!”.
Anta terlihat resah, “tapi teteh katanya ini sangat penting, dia bilang mau
menjelaskan sesuatu… mmmh bahkan dia bawa si… mmmh… si cewe itu Teh… cewe yang
di lift tadi”. Entah kenapa emosiku kembali tersulut, dan bahkan membara lebih
agresif daripada sebelumnya. “USIR DIA DARI RUMAH INI!!! AKU TAK MAU LAGI
MELIHAT LAKI-LAKI ITU!!! BATALKAN SEMUA PERJANJIAN DENGANNYA!!!! AKU BENCI
DIA!!!”, suaraku menggelegar berteriak-teriak pada Anta, sementara anak itu
hanya terlihat kebingungan dan takut melihat reaksi marahku. Dia hanya
menganggukkan kepalanya, lalu dengan cepat meninggalkan kamarku dengan
tergopoh-gopoh. Aku terdiam sendiri dalam kamarku setelahnya, tak lagi bisa
melanjutkan tidurku. Dalam kepalaku terus berputar bayangan tentang kebencianku
pada Pierre, hati kecilku berkata… “Kau
menjijikkan Tania! Dia bahkan belum tentu menyukaimu, lalu kenapa kau harus
marah kepadanya? Hanya kau yang jatuh cinta kepadanya, kau harus ingat itu! Kau
hanya mempermalukan dirimu sendiri Tania”.
Hingga menjelang pagi mataku tak juga
bisa tertutup, hatiku was-was memikirkan apa yang sebenarnya akan dibicarakan
oleh Pierre padaku tadi malam. Pukul setegah lima subuh kuturuni tangga menuju
paviliun Anta, “Ta… Anta, kamu udah bangun?”, sambil tak henti tanganku
mengetuk pintunya. Tanpa menunggu lama Anta muncul dibalik pintu, mengenakan
sarung berwarna hitam. “Teh, ada apa subuh-subuh begini? Sini masuk!”, Anta
mempersilahkanku masuk. Kulangkahkan kakiku menuju tempat tidurnya, “Aku ngga
bisa tidur, mau numpang tidur disini ya?”. Anta menggelengkan kepalanya, “Bukan
muhrim, ngga boleh tidur bersebelahan”. Emosiku mulai tersulut, “Halahh!! Kamu
sebulan lebih di rumah sakit aku tungguin juga aku ngga keberatan ko! Rese
banget sih!”. Tiba-tiba Anta tertawa keras, “Hahahaha nah kan nah kan tuan
puteri Tania banget nih, pancing aja sedikit langsung ngaburudul ambek-ambekan.
Ya boleh atuh teteh cantik, sok mangga kalau mau tidur tiap malem disini juga
silahkan saja… ini kan rumah teteh juga bukan rumah Anta. Hahaha maaf saya
cuman bercanda! hahaha”. Aku yang tadi marah mulai tersenyum kesal menatapnya,
tanganku terangkat tinggi hendak memukul tangannya. Anta mengelak dariku dengan
lincah, “Eits, udah wudlu… ga boleh kena eits eits… bukan muhrim!!”. Kukejar
dirinya sambil terus mengarahkan tanganku padanya, lalu memeluki tubuhnya
dengan kencang tanpa dia bisa mengelak lagi. “Syukurinnnnn!!! Hayo sana wudlu
lagiiii!!! Hahaha makan tuh muhrimmm!!!”, lagi-lagi kami tertawa lepas pagi
itu, dan tawa itu berhasil membuatku tertidur pulas di tempat tidurnya hingga
berjam-jam.
Aku terbangun saat waktu menunjukkan
pukul 2 siang, kulihat sekelilingku sudah tak ada tanda-tanda kehidupan.
Paviliun Anta terlihat sangat rapih dan bersih, wangi bunga sedap malam tercium
dari segala penjuru ruangan. Anak ini memang sangat klasik dan antik, sejak dulu
kebiasaannya memang menata bunga sedap malam yang hampir 2 hari sekali
dibelinya di pasar kembang, untung saja dia hanya menyimpan bunga-bunga itu…
bukan memakannya. Ada aroma lain dari ruangan ini, mataku tertuju pada sebuah
nampan berisi Lontong Kari Ayam dan segelas air teh yang tersusun rapih diatas
meja belajar milik Anta. Kudekati meja itu seiring dengan bergejolaknya
cacing-cacing di perutku. Diatas nampan itu tertulis, “Kepada teteh Tatan si
tuan putri pemarah, ini Lontong Kari favorit Anta loh… belinya jauh, di kebon
kawung. Habiskan yah! Anta pergi dulu, ada urusan… kayaknya baru pulang malam.
Nanti malam kalau teteh mau tidur di kamar Anta lagi silahkan, tapi itu artinya
teteh Teh tega sama Anta… sekarang ajah badan Anta pegel-pegel karena tadi
subuh tidur diatas ubin! Hahah becanda ketang Teh. Selamat melukis ya! Semoga
mood nya bagus!”. Sambil memakan Lontong Kari mulutku terus menerus tersenyum
membaca tulisan pesan Anta berulang-ulang, anak ini begitu polos dan
menyebalkan.
Waktu menunjukkan pukul 4 sore, dan
aku kini sedang melamun memikirkan apa yang akan kutuangkan keatas kanvas putih
yang sejak tadi tak sedikitpun kusentuh, padahal dia sudah berdiri tegap dan
siap tepat didepanku. Tiba-tiba saja ideku muncul, rasa-rasanya aku perlu
melukis sosok Anta. Selama ini aku
selalu melukis apapun yang ada di dalam kepalaku, saat ini kepalaku tengah
dipenuhi sosok Anta sahabatku yang sangat konyol. Aku mulai teringat coretan di
kanvas kecil saat tak sengaja melukis Anta yang tengah melamun tempo hari,
kuambil kanvas kecil itu lalu kemudian memindahkan apa yang kugambar diatasnya
keatas kanvas yang lebih besar. Saat tengah asyik melukis, tiba-tiba telepon
genggamku berbunyi menandakan sebuah pesan masuk. Tak kuhiraukan pesan itu. 15
menit kemudian berbunyi lagi, menandakan pesan kedua masuk namun tetap tak
kuhiraukan karena aku terus menerus berkonsentrasi pada kanvasku. 15 menit
selanjutnya bunyi itu kudengar lagi, kali ini menggangguku karena sepertinya
ada 2 pesan baru yang masuk. Itu artinya, ada 4 pesan yang telah kuabaikan saat
itu. Kulemparkan kuas dengan sedikit kesal, lalu mengambil telepon genggamku
dan mulai membaca pesan demi pesan.
Pesan 1 : +62813247776
“Hi Tania, are you okay? Realy want
to meet you up. A.S.A.P” –Pierre-
Entah kenapa saat membaca pesan ini,
hatiku terasa berdebar sangat kencang. Aku yakin, pasti Anta yang memberikan
nomorku ini kepadanya, sebelumnya aku tak pernah memberikan nomor telepon
genggamku secara sembarangan kepada orang lain apalagi kepada klien. Kubuka
pesan selanjutnya…
Pesan 2 : +62813247776
“Semalam saya ke rumah kamu, Anta
bilang kamu sakit. Are you okay?” -Pierre
Pesan 3 : +62813247776
“Just reply this msg ‘YES or No’ to
answer my question. Is it Tania’s number?” -Pierre
Pesan 4 : +62813247776
“Jawab tolong ‘YA or TIDAK’ apakah
benar ini number Tania handphone?” –Pierre
Untuk sesaat aku terdiam memikirkan
apa yang barusan kubaca, kupikir manusia Albino ini tak akan lagi muncul dalam
hidupku. Dalam kemarahan hatiku, aku masih merasa kebingungan harus menjawab
apa, tak ada Anta disini yang bisa kumintai pendapat. Lalu memori tentang
peristiwa kemarin pagi kembali berkelibat dalam kepalaku, bayangan tentang
manusia Albino itu yang sedang memelukki seorang wanita berambut panjang.
Kuangkat telepon genggamku dan mulai membalas pesannya dengan menjawab,
“TIDAK”. Sebelum menutupnya, dengan otomatis tanganku memilih tombol ‘simpan’,
tak hanya nomor teleponnya yang kusimpan... tapi pesan-pesan itupun tak luput
kumasukkan ke dalam memori telepon genggamku. Mataku terpejam, meragukan diriku
sendiri yang ternyata masih tak bisa melupakan wajah indah seorang Pierre. Tak
perlu menunggu lama, lagi-lagi dia membalas pesanku.
Pesan baru : Manusia Albino
“Ok, maaf mengganggu… terimakasih” :)
Kurentangkan tubuhku diatas tempat
tidur sambil tak lupa menghela nafas begitu panjang, seolah habis melakukan
sebuah hal yang sangat berat. Kepalaku kini memikirkan pesan-pesan itu, ada
banyak pertanyaan-pertanyaan tidak penting didalamnya. “kenapa dia mencariku?”, “jangan-jangan
sebenarnya dia suka aku?”, “Bisa jadi
wanita itu hanya cewe yang ngefans padanya! Ya tidak?! ”, arrrrggggh Anta!!! Harusnya dia ada disini saat ini
membantuku menjawab pertanyaan-pertanyaan bodoh itu!
bersambung.
Teteeeehhh semangat nerusin ceritanya! :D
ReplyDeleteassalamualaikum we.wb,saya. IBU ENDANG WULANDARI Dri jawah timur tapi sekarang merantahu di teiwan bekerja sebagai pembantu ingin mengucapakan banyak terimah kasih kepada KI KANJENG DEMANG atas bantuan AKI. Kini impian saya selama ini semaunya sudah tercapai kenyataan dan berkat bantuan KI KANJENG DEMANG pula yang telah memberikan Angka gaib hasil ritual beliau kepada saya yaitu 4D. Dan alhamdulillah berasil tembus. Dan rencana saya ingin Mau pulang ke kampung kumpul kembali degang keluarga saya sekali lagi makasih yaa KI karna waktu itu saya cuma bermodalkan uang cuma 400rb Dan akhirnya saya menang. berkat angka gaib hasil ritual AKI KANJENG DEMANG saya sudah buka usaha warung makan Dan suami saya peternakan. Kini kehidupan keluarga saya jauh lebih baik dari sebelumnya, Dan saya ATAS Nama IBU ENDANG WULANDARI sekali lagi saya betul betul sagat berterima kasih kepada AKI Dan saya minta Maaf kalau Nama AKI saya tulis di internet itu semua saya lakukan karna saya Mau ada orang yang meminta bantuan Sama AKI agar seperti saya sudah sukses. Dan membatu orang orang yang kesusaan. bagi anda yang ingin seperti saya silahkan HUB / KI KANJENG DEMANG di Nomor INI: 081 / 234 / 666 / 039 / insya allah AKI akan membantu anda karna ramalan KI KANJENG DEMANG memiliki ramalan GAIB yang bagus Dan dijamain tembus
Deleteceritanya makin asik... lanjutannya jangan lama ya teh... :))
ReplyDeleteseru =)) ditunggu part 5 nya teteh :)
ReplyDeleteteh ndut jangan lama2 ya lanjutannya!
ReplyDeletetar dikasih cokelat :v
punya feeling klo cerita akhirnya bakalan suram,, tapi klo ga suram ga seru,, tapi klo suram ko rasanya gimanaa gituu haha
ReplyDelete*hanya berkomentar yang ada dikepala :D
Teh Risaa, ceritanya bikin penasaran..ditunggu part-part selanjutnya ya! :D
ReplyDeletesedang membayangkan sosok piere nih :D
ReplyDeleteKak Risa, kalo mau ngundang kakak di acara kampus saya, cpnya ke siapa kak? terimakasih :)
ReplyDelete@ainun : silahkan hubungi manajer saya syauqy di nomor 08122025697 :)
ReplyDeletebaik.. makasih banyak kak :)
ReplyDeletesebagian besar yang baca ini mencoba menghubungi no hpnya piere :D
ReplyDeletewuiiihh mantaappp...
ReplyDeletenicepost
Obat Herbal Amandel Kronis
Obat Herbal Tulang Keropos Ampuh
Obat Herbal Kanker Kandung Kemih
Obat Herbal Vertigo Akut
Obat Herbal Glaukoma Tanpa Operasi
Obat Herbal Disentri
Obat Herbal Varises
Obat Herbal Kanker Usus Halus
Obat Herbal Alzheimer Ampuh
Obat Herbal Epilepsi
Obat Herbal Sipilis
Obat Herbal Pasca Stroke Berat
Obat Herbal Kanker Hati Tanpa Operasi
Obat Herbal Meningitis
Obat Herbal untuk penyakit Faringitis
Pencerah Kulit Wajah
Awalnya saya hanya mencoba mengikuti program pesugihan akibat adanya hutang yang sangat banyak,dan akhirnya saya mencari jalan pintas meskipun itu dilarang agama,apa boleh buat dengan kondisi keuangan,dan akhirnya saya menemukan seorang dukun yang bisa membantu,saya di kasi pesugihan dana gaib tanpa tumbal sebesar 900juta .alhamdulillah dengan seisin gusti allah dengan lantaran MBAH SARO PATI saya dapat mengubah hidup yang jauh lebih baik dari sebelumnya,berkat bantuan MBAH SARO PATI dengan waktu yang singkat,saya sudah membuktikan namanya keajaiban satu hari bisa merubah hidup,bagi saudarah bisa membuktikan sendiri,silahkan hubungi MBAH SARO PATI di no 0823-9943-8557 & +62 82-399-438-557 yang penting anda yakin dan percaya,dan jangan samakan dengan dukun yang lainnya,bantuan MBAH SARO PATI tidak ada epek samping aman tanpa tumbal,dan meman tidak ada duanya,wassalam
ReplyDelete